DOA DAN LAGU TAHUN KEADILAN
SURAT
GEMBALA TAHUN KEADILAN SOSIAL 2020
AMALKAN
PANCASILA: KITA ADIL BANGSA SEJAHTERA
4/5
JANUARI 2020
Para Ibu dan Bapak,
Para Suster dan Bruder, Frater dan
Para Imam,.
Kaum Muda, Remaja dan Anak-anak yang
terkasih dalam Yesus Kristus,
1. Kita baru saja meninggalkan tahun
2019 dan memasuki Tahun Baru 2020 dengan penuh harapan dengan bekal Pesan
Natal Bersama Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia dan Konferensi Waligereja
Indonesia. Pesan itu mendorong kita untuk hidup sebagai sahabat bagi semua
orang. Dengan bekal itu pula kita umat Katolik Keuskupan Agung Jakarta memasuki
Tahun Keadilan Sosial, dengan semboyan : Amalkan Pancasila: Kita Adil Bangsa
Sejahtera.
2. Dengan sengaja Tahun Keadilan
Sosial ini kita mulai pada Hari Raya Penampakan Tuhan. Harapannya, ketika kita
menjadi pribadi-pribadi yang semakin adil dan ketika bangsa kita semakin
sejahtera, wajah Tuhan Sang Kasih akan semakin nyata. Untuk menggali makna Hari
Raya Penampakan Tuhan ini, kita diajak merenungkan kisah orang majus dari Timur
(Mat 2:1-12). Kisah ini berakhir dengan kata-kata ini, “… mereka pun pulang ke
negerinya lewat jalan lain”. Menurut kisah, mereka pulang lewat jalan lain
untuk menghindarkan diri dari Herodes. Tetapi secara simbolis, kata-kata itu
dapat diartikan secara lain: siapa pun yang benar-benar mengalami penampakan
Tuhan – artinya mengalami kasih dan kerahiman-Nya -, dia tidak akan lagi hanya
menapaki jalan hidup yang sama. Pengalaman perjumpaan dengan Tuhan selalu
mengubah dan membarui serta membuahkan sukacita (Mat 2:10). Ini
berlaku baik untuk kita masing-masing sebagai pribadi, keluarga, paroki maupun
keuskupan, bahkan Gereja semesta. Itulah sebabnya Gereja semesta, dan tentu
saja Keuskupan Agung Jakarta, berusaha untuk terus-menerus membarui diri.
3. Kesadaran bahwa Gereja harus
terus menerus memurnikan dan membarui diri diungkapkan dengan sangat jelas
dalam ajaran resmi Gereja: ”Gereja itu suci, dan sekaligus harus selalu
dibersihkan, serta terus-menerus menjalankan pertobatan dan pembaruan”
(Konstitusi Dogmatis Tentang Gereja no 8.). Arah pertobatan dan
pembaruan Gereja itu juga amat jelas diungkapkan dalam ajaran resmi Gereja yang
lain: ”Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang,
terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan
harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga.” (Konstitusi Pastoral
Tentang Gereja Di di Dunia no 1).
4. Dasar dan arah pembaruan
ini ditegaskan dengan lebih jelas oleh Paus Fransiskus. Pembaruan yang kreatif
akan muncul ketika kita hidup atas dasar nilai-nilai Injili. Paus Fransiskus
menyatakan, “Kapan pun kita berusaha kembali kepada sumber dan memulihkan
kesegaran asli Injil, jalan-jalan baru muncul, lorong-lorong kreativitas baru
terbuka, dengan berbagai bentuk ungkapan, tanda-tanda dan kata-kata yang lebih
fasih dengan makna baru bagi dunia dewasa ini…” (Seruan Apostolik Sukacita
Injil no 11). Atas dasar itu Paus menyatakan: “Saya lebih menyukai Gereja
yang memar, terluka dan kotor karena telah keluar di jalan-jalan daripada
Gereja yang sakit karena menutup diri dan nyaman melekat pada rasa amannya
sendiri.” ( Idem, no.49). Sebelumnya
Paus menyatakan, “Sukacita dalam mewartakan Yesus Kristus diungkapkan baik
dengan kepeduliannya untuk mewartakan-Nya ke wilayah-wilayah yang lebih
membutuhkan bantuan maupun dengan senantiasa bergerak keluar ke daerah-daerah pinggiran
dari wilayahnya sendiri atau ke lingkungan sosial budaya yang baru.” ( Idem, no. 30).
5. Di Keuskupan Agung Jakarta, dinamika
pertobatan dan pembaruan yang diharapkan terus-menerus berjalan,
sejak beberapa tahun lalu kita rumuskan dalam rangkaian tiga kata ini: semakin
beriman, semakin bersaudara, semakin berbela rasa. Kita ingin bertumbuh
menjadi pribadi yang semakin beriman. Tanda bahwa seseorang beriman secara
benar – bukan sekedar beragama – ialah kalau iman itu berbuah persaudaraan.
Kalau seseorang mengaku dirinya beriman tetapi hidupnya tidak berbuah
persaudaraan yang sejati, imannya bisa diberi tanda tanya besar. Selanjutnya
kalau seseorang mengaku dirinya berjiwa persaudaraan, tetapi hidupnya tidak
berbuah semangat bela rasa, mutu persaudaraannya juga bisa diberi tanda tanya
yang besar. Dinamika seperti itu akan membawa kita kepada keyakinan, bahwa
sebagai umat Tuhan kita semua diutus untk melibatkan diri dalam setiap usaha
untuk mewujudkan kebaikan bersama, dengan memberi perhatian lebih kepada
saudara-saudari kita yang kurang beruntung.
Saudari-saudaraku yang terkasih,
6. Seperti sudah saya sampaikan pada
awal Surat Gembala ini, pada tahun ini kita umat Gereja Katolik Keuskupan Agung
Jakarta ingin mendalami, menghayati dan mewujudkan nilai-nilai Pancasila yang
terkandung dalam sila ke-lima Pancasila: Kesejahteraan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia, dengan semboyan Amalkan Pancasila: Kita Adil Bangsa
Sejahtera. Usaha ini mesti kita tempatkan juga dalam usaha kita untuk
membarui diri dalam dinamika Semakin
Beriman, Semakin Bersaudara, Semakin Berbelarasa.
7. Dalam rangka bertumbuh dalam
semangat belarasa itu, Paus Fransiskus mendorong kita untuk berani pergi ke
wilayah-wilayah pinggiran kepada saudari-saudara kita yang terpinggirkan
pada zaman kita sekarang ini. Mereka itu misalnya adalah saudari-saudara kita
yang tidak mempunyai Akte Kelahiran atau Kartu Tanda Penduduk, sehingga tidak
bisa memperoleh hak-hak mereka sebagai warga negara; atau yang lebih kasat
mata, saudari-saudara kita, anak-anak kita yang tinggal di jalanan, di bawah
jembatan layang atau di gerobak-gerobak sampah; mereka adalah saudari-saudara
kita yang menjadi korban perdagangan manusia, dan mereka yang secara umum bisa
disebut kecil, lemah, miskin dan tersingkir; mereka adalah saudari dan saudara
kita, anak-anak kita yang belum menikmati keadilan sosial. Kepada
saudari-saudara kita itu, Paus Fransiskus mendorong kita untuk “bergerak keluar
… mengambil langkah pertama dan terlibat … siap menemani …. dengan kesabaran
dan daya tahan kerasulan” (Sukacita Injil
no 24).
8. Kita boleh bersyukur karena di
keuskupan kita perutusan untuk pergi ke “pinggiran” semakin dikembangkan secara
kreatif dalam berbagai macam gerakan belarasa. Kita yakin, sekecil apapun yang
kita lakukan, itu adalah sebentuk keterlibatan kita dalam pembaruan keuskupan
kita dan tanggapan kita terhadap panggilan Tuhan untuk bertumbuh menuju kesempurnaan
kasih dan kepenuhan hidup Kristiani. Panitia Penggerak Tahun Keadilan Sosial
Keuskupan Agung Jakarta sudah menyiapkan pedoman dan berbagai inspirasi untuk
membantu kita menghayati dan mewujudkan Tahun Keadilan Sosial.
9. Satu hal amat penting yang tidak
pernah boleh kita lupakan adalah tugas kita untuk merawat dan mengembangkan kesadaran akan keadilan iklim. Sikap adil tidak hanya tertuju
bagi sesama manusia, tetapi juga bagi alam semesta, bagi lingkungan hidup kita.
Perubahan iklim, menurut banyak ahli, sudah mencapai tingkat darurat yang dapat
berdampak semakin buruk untuk kehidupan manusia. Kita dituntut untuk terus
membarui kepeduliaan kita terhadap lingkungan hidup kita. Tanpa kepedulian itu,
saudari-saudara kita yang secara sosial ekonomi sudah terpinggirkan, akan
semakin terpinggirkan dan makin menderita. Bangsa yang sejahtera mengandaikan
tanah, air serta udara yang terpelihara dan bersih. Bapa Suci Fransiskus dengan
tegas menyatakan keprihatinan ini dalam Ensiklik
Laudato Si yang sangat kaya akan gagasan dan pesan. Oleh karena itu,
gerakan peduli lingkungan hidup, yang tentu saja berkaitan dengan masalah
pemanasan global, perlu turus diusahakan tanpa kenal lelah.
10.. Akhirnya, marilah kita saling
mendoakan, agar kita masing-masing, keluarga-keluarga dan komunitas kita serta
seluruh umat Keuskupan Agung Jakarta terus bertumbuh dalam dinamika semakin
beriman, semakin bersaudara, semakin berbelarasa. Terima kasih atas berbagai
peran Ibu/Bapak/Suster/Bruder/Frater dan rekan-rekan imam, kaum muda, remaja
serta anak-anak dalam kehidupan Gereja Keuskupan Agung Jakarta yang kita cintai
bersama. Terima kasih secara khusus atas keterlibatan seluruh umat yang
telah menanggapi ajakan untuk berbelarasa bagi Keuskupan Agats, Asmat, Papua.
Dukungan kita amat berarti bagi Keuskupan Agats. Berkat Tuhan selalu menyertai
kita semua, keluarga-keluarga dan komunitas kita.
+ Ignatius Kardinal Suharyo
Uskup Keuskupan Agung Jakarta