Penjelasan Tema Kita Bhinneka Kita Indonesia
Masa Prapaskah merupakan persiapan untuk merayakan Paskah, yaitu masa terpenting dalam hidup iman kita. Kita diundang ibu gereja untuk bertekun dalam amal kasih, doa dan puasa. Laku kesalehan ini sudah terbukti membantu untuk menghayati makna terdalam dari misteri Karya Penyelamatan Tuhan saat memasuki Pekan Suci dan Tri Hari Paskah.
Dengan pemahaman semacam itu, Tema APP 2018, Amalkan Pancasila: Kita Bhinneka Kita Indonesia, dapat kita jadikan sebagai acuan untuk mewujudkan tiga tindak kesalehan di atas. Dalam kaitan itu dan demi merajut kembali semangat persatuan yang mulai pudar maka perlu dibuat kegiatan-kegiatan yang dapat merawat dan menumbuh kembangkan kebhinnekaan.
Ada dua sumber yang kita pakai untuk mendalami APP 2018: sejarah dan tradisi Gereja serta sejarah dan tradisi Bangsa Indonesia. Masing-masing sumber itu dapat saling menyumbangkan kekayaannya satu kepada yang lain. Dengan menggali dan menemukan ramuan secara bersama seharusnya hidup iman kita dapat mewarnai hidup berbangsa kita dan sebaliknya.
Tata Ibadat Pertemuan Lingkungan
Setiap pertemuan APP 2018 Kita Bhinneka Kita Indonesia berisi: Lagu Pembuka, Salam, Pengantar, Doa Pembuka, Bacaan KS, Ulasan Bacaan, Butir Permenungan, Sharing, Aksi Nyata, Doa Umat, Doa Penutup, Berkat Pengutusan dan Lagu Penutup.
Secara keseluruhan ada empat permenungan kebhinnekaan: Keluarga, Komunitas, Masyarakat dan Karya. Tiga dari empat permenungan itu berisi persoalan yang timbul dalam kebhinekaan dengan Allah Tritunggal sebagai pemersatunya. Dan permenungan keempat merupakan kesatuan tujuan dan nasib dari tiga permenungan sebelumnya.
Dalam setiap pertemuan, para fasilitator perlu memberi porsi waktu lebih pada pembahasan aksi nyata karena hal inilah yang membedakan pertemuan-pertemuan APP dengan pertemuan pendalaman iman yang lain.
Kebhinnekaan Dalam Keluarga (1)
Keluarga adalah gambaran mini kebhinnekaan dalam kehidupan bersama. Anggota-anggota suatu keluarga memiliki karakter, minat, bakat, dan kepribadian yang berbeda-beda. Bagaimanakah suatu keluarga yang anggota-anggotanya berbeda satu dengan yang lain bisa hidup harmonis dan bahagia?
Kutipan dari Injil Lukas 10: 38-42 menyajikan suatu peristiwa yang terjadi pada satu keluarga sebagai bahan permenungan bersama. Isinya tentang kunjungan Yesus beserta para murid dan pengikut-Nya ke sebuah keluarga di Betania, yaitu keluarga Marta dan Maria.
Persoalan dalam keluarga ini muncul ketika Marta yang sibuk melayani para tamu melihat Maria tidak ikut membantunya tapi malahan duduk bersimpuh mendengarkan pengajaran Yesus. Sebagai tanggapan atas kejadian itu Marta meminta kepada Yesus untuk menegur Maria agar ikut membantunya.
Marta tidak menduga bahwa jawaban Yesus ternyata membenarkan tindakan Maria, “Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil daripadanya” (ay 42). Tidak ada perkataan Yesus yang menyatakan tindakannya tidak baik, tapi Ia menegaskan bahwa Maria sudah memilih bagian yang terbaik.
Dalam kisah ini kita bisa menduga bahwa Tuhan Yesus menghargai keramahan penyambutan keluarga Marta dan Maria terhadap Diri dan rombongan-Nya. Alasannya, terlepas dari perbedaan pilihan aktivitas Marta dan Maria, keluarga ini telah menyambut kedatangan mereka dengan baik.
Dengan demikian, di dalam kebhinnekaan seluruh anggota keluarga perlu berjuang untuk menyambut kehadiran Tuhan dalam hidup bersama dan hidup pribadi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara tekun mendengarkan Sabda Tuhan dan berdoa serta hidup dalam kasih, saling melayani satu dengan yang lain.
Sharing dan Aksi Nyata
Bagikan pengalaman hidup masing-masing dalam membagi dan menetapkan peran setiap anggota keluarga dalam hidup bersama dan aturan/sistem bersama yang dipakai.
Bagikan pengalaman dalam menangani perbedaan pendapat yang muncul, mulai dari perkara-perkara sepele sampai hal yang menyangkut pengambilan keputusan bersama.
Bagikan pengalaman doa bersama dan kegiatan mendengarkan Firman Allah dalam keluarga.
Diskusikan bersama apakah ada pengalaman keluarga yang satu dapat diterapkan ke dalam keluarga yang lain.
Kebhinnekaan Dalam Komunitas (2)
Gereja adalah komunitas yang terbentuk dari beranekaragam anggota sejak awal berdirinya. Gereja juga disebut katolik karena sifatnya merangkul dan mempersatukan mereka yang berbeda-beda suku, bangsa dan bahasa ke dalam satu keluarga, yang sehati dan sepemikiran — semuanya aktif turut ambil bagian dalam Karya Keselamatan Allah di dunia.
Kebhinekaan Gereja di satu sisi bisa menjadi kekayaan tapi di sisi lain juga bisa menjadi hambatan untuk membangun persatuan jemaat. Sekalipun para anggotanya telah menerima rahmat baptisan yang sama ternyata karunia itu tidak dapat mencegah timbulnya konflik, perselisihan dan bahkan perpecahan.
Surat Pertama Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus (1Kor 3:1-9) menggambarkan situasi jemaat Gereja Perdana yang belum dapat lepas dari paradigma dan cara hidup keduniawian.
Hidup iman orang-orang Kristen itu terkotak-kotak berdasarkan kelompok-kelompok dukungan pemimpin jemaat. Mereka berselisih tentang siapa yang layak menjadi pemimpin jemaat. Anggota-anggota kelompok yang satu merasa kelompok mereka lebih baik dari kelompok yang lain.
Selain perselisihan tentang siapa yang layak menjadi pemimpin jemaat timbul juga iri hati karena kelompok yang satu memandang keadaan kelompok lain lebih baik. Alih-alih berusaha membangun kerjasama untuk mengembangkan Gereja Kristus mereka saling bersaing agar yang satu lebih baik dari yang lain.
Pendek kata, mereka tidak hidup sebagai manusia rohani yang dapat membiarkan Allah untuk mempersatukan seluruh jemaat-Nya menjadi seia-sekata, sehati dan sepikiran sehingga terhindar dari segala perpecahan.
Dari latar belakang semacam itulah Paulus menegaskan kepada mereka agar sebagai sesama pelayan Tuhan mereka dapat mengesampingkan ego kelompok masing-masing. Sebab Tuhan sendirilah yang memberikan karunia yang khas untuk tugas perutusan setiap orang dan juga upah bagi karya pelayanan hamba-hamba-Nya.
Dengan begitu, kebhinnekaan dalam jemaat akan menjadi kekayaan yang mempersatukan mereka sebagai manusia-manusia yang dewasa secara rohani yang hidup bersama untuk ambil bagian dalam karya penyelamatan Tuhan.
Sharing dan Aksi Nyata
Bagikan pengalaman hidup masing-masing dalam komunitas (misal: lingkungan atau paroki) menyangkut perbedaan pendapat dalam pelayanan kasih.
Apakah kebhinnekaan dapat memperkaya komunitas? Jika tidak, jelaskan apa yang terjadi. Jika ya, jelaskan bagaimana caranya.
Bagikan pengalaman pribadi jika pernah menghadapi situasi perselisihan yang mengarah perpecahan dalam komunitas. Apakah ada jalan keluar yang dapat disepakati bersama?
Diskusikan bersama apakah ada pengalaman dari komunitas yang satu yang dapat diterapkan dalam komunitas yang lain.
Kebhinnekaan Dalam Masyarakat (3)
Kebhinnekaan dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan gambaran besar dari kehidupan bersama. Jika dalam keluarga atau komunitas kita berbeda dalam skala yang kecil maka dalam bermasyarakat kita beranekaragam dalam skala yang besar.
Ketika landasan hidup bersama mulai dipersoalkan dan nilai-nilai perekat persatuan dipertanyakan kembali, maka kebhinnekaan sebagai suatu kekayaan hidup bersama menghadapi ujian. Dalam situasi semacam ini, bisa saja perbedaan yang ada secara sadar diperuncing supaya persatuan yang sebelumnya jadi tujuan bersama kini sulit diwujudkan.
Kutipan bacaan Kisah Para Rasul 15:1-11 ditampilkan sebagai acuan untuk melihat persoalan kebhinnekaan dalam tingkat masyarakat. Kita akan belajar bagaimana sisi tradisi antara orang Yahudi dengan orang bukan Yahudi yang awalnya dipertentangkan di kemudian waktu berhasil dicarikan jalan keluarnya.
Awal perpecahan di dalam jemaat Antiokia berasal dari beberapa orang yahudi dari golongan Farisi. Mereka mau menerapkan persyaratan keagamaan orang-orang Yahudi kepada mereka yang bukan Yahudi. Mereka wajib disunat sesuai adat istiadat yang ditetapkan hukum Musa sebagai jaminan untuk keselamatan.
Jemaat Antiokia yang bingung akan hal itu mengutus Paulus dan Barnabas ke Yerusalem untuk membicarakannya dengan para rasul dan para penatua.
Paulus dan Barnabas menentang pandangan itu. Sebelum berangkat ke Yerusalem mereka mengumpulkan bukti-bukti terlaksananya Karya Allah pada orang-orang yang sebelumnya tidak mengenal Allah. Melalui bukti-bukti itu Paulus mau meyakinkan para pemimpin jemaat di Yerusalem bahwa Injil juga diberitakan kepada segala bangsa.
Pada puncak Sidang di Yerusalem, Petrus menegaskan bahwa Allah mengaruniakan Roh Kudus-Nya kepada orang-orang bukan Yahudi sama seperti kepada orang Yahudi. Dengan lain perkataan, siapa pun dapat menjadi pengikut Kristus karena oleh kasih karunia-Nya orang-orang bukan Yahudi pun diselamatkan juga seperti orang Yahudi.
Dalam hidup bermasyarakat perbedaan pendapat seringkali tak terhindarkan. Tapi persoalan sebenarnya baru timbul saat kita berusaha mencari jalan keluar yang dapat disepakati semua pihak.
Memaksakan pendapat, apalagi jika hal itu disertai fitnah atau penyerangan pribadi, bukanlah pilihan kita. Kita wajib mencari jalan keluar secara dialog dengan membicarakannya bersama. Jika ada otoritas yang lebih tinggi –seperti dalam Kisah Para Rasul di atas– kita dapat meminta pertimbangan dan keputusan.
Sharing dan Aksi Nyata
Bagikan pengalaman saat menghadapi perbedaan pendapat dalam hidup bersama di masyarakat. Jika ada pihak-pihak yang memaksakan kehendak apakah saja yang dilakukan dan apakah ada jalan keluarnya?
Apakah kita bisa meneladan jemaat Kristen Perdana untuk menemukan jalan keluar dari persoalan yang timbul di dalam masyarakat?
Apakah keberagaman dalam masyarakat bisa menjadi kekayaan hidup bersama? Jika tidak, jelaskan mengapa demikian. Jika ya, jelaskan dengan pengalaman hidup pribadi.
Kebhinnekaan Dalam Karya (4)
Walau kecil dibandingkan dengan total populasi, kita orang-orang katolik bukan bagian yang terpisahkan dari Bangsa Indonesia. Seperti saudara-saudari sebangsa lainnya, kita tidak dapat lepas dari tanggungjawab mewujudkan cita-cita bersama. Bagaimanakah peranserta kita dalam pelaksanaan tanggungjawab tersebut?
Kisah kembalinya orang-orang yahudi dari pembuangan Babel untuk membangun kembali Bait Allah di dalam Kitab Ezra 2:64-70 akan menjadi sumber inspirasi kita untuk menemukan jawaban atas pertanyaan di atas.
Upaya orang-orang Israel yang kembali ke Yerusalem untuk memugar Bait Allah menghadapi banyak hambatan. Ada yang berasal dari dalam diri mereka sebagai bangsa, tapi ada juga yang dari luar. Yang dari dalam berupa terbatasnya sumber daya material dan manusia. Dan yang dari luar ditimbulkan oleh kehadiran kelompok-kelompok pengacau.
Dari antara persoalan-persoalan untuk melaksanakan proyek besar itu, kebhinnekaan latar belakang di antara mereka menjadi yang paling menantang. Mereka yang pulang kampung terdiri dari beragam latar belakang dan profesi: imam dan orang-orang Lewi, penyanyi, penunggu pintu gerbang dan rakyat kebanyakan.
Sisa-sisa Israel ini menghadapi tantangan itu dengan mengarahkan segenap upaya mereka untuk mencapai cita-cita bersama. Mereka mau berkorban dengan mengesampingkan kepentingan pribadi dan kelompok. Sesuai dengan kemampuan masing-masing, setiap anggota tim proyek menyumbangkan tenaga dan pikirannnya demi tercapainya tujuan bersama.
Dengan sikap semacam itu, mereka telah mengubah kebhinnekaan profesi dan latar belakang dari kerugian menjadi keuntungan dan dari hambatan menjadi dorongan dalam hidup bersama mereka sebagai suatu bangsa.
Kisah di atas dapat memberi kita inspirasi bahwa cita-cita suatu bangsa dapat diwujudkan dengan menyalurkan daya kekuatan yang terkandung dalam kebhinnekaan latar belakang dan profesi di dalam kehidupan bersama.
Sebagaimana Tuhan Yesus Kristus yang menampilkan wajah Allah yang Mahakasih sekaligus wajah manusia yang taat, kita pengikut-Nya mau mengisi hidup dengan karya nyata yang menampilkan dua sisi itu. Dengan turut berkarya demi mewujudkan cita-cita bersama bangsa Indonesia sebenarnya kita juga menjawab panggilan untuk bersaksi tentang Dia dengan menjadi garam dan terang dunia.
Sharing dan Aksi Nyata
Bagikan pengalaman bekerja dalam kelompok dengan anggota yang beragam latar belakangnya. Jika tidak ada, jelaskan mengapa menghindar/menolak bila ada kesempatan semacam itu.
Apakah hambatan untuk menjadi garam dan terang dunia terkait dengan kegiatan lintas agama, suku dan ras? Bagaimana seharusnya seorang pengikut Kristus bersikap?
Buat kepanitiaan aksi nyata bersama saudara-saudari lintas suku, agama dan ras berdasarkan masalah-masalah yang menjadi kepedulian bersama. Berilah mereka kesempatan untuk tampil dan berperan.
Demikianlah rangkuman pertemuan-pertemuan APP 2018, Amalkan Pancasila: Kita Bhinneka Kita Indonesia. Semoga tulisan ini dapat menjadi bahan pelengkap buku pertemuan yang diterbitkan Tim Lintas Komisi KAJ.